Islam agama yang diturunkan Allah swt.
kepada manusia untuk menata seluruh dimensi kehidupan mereka. Setiap ajaran
yang digariskan agama ini tidak ada yang berseberangan dengan fitrah manusia.
Unsur hati, akal, dan jasad yang terdapat dalam diri manusia senantiasa
mendapatkan “khithab ilahi” (arahan Allah) secara proporsional.
Oleh karenanya, Islam melarang umatnya hidup
membujang laiknya para pendeta. Hidup hanya untuk memuaskan dimensi jiwa saja
dan meninggalkan proyek berkeluarga dengan anggapan bahwa berkeluarga akan
menjadi penghalang dalam mencapai kepuasan batin. Hal ini merupakan bentuk
penyimpangan fitrah manusia yang berkaitan dengan unsur biologis.
Berkeluarga dalam Islam merupakan sunnatullah
yang berlaku untuk semua makhluk (kecuali malaikat), baik manusia, hewan, dan
tumbuh-tumbuhan. Bahkan ditekankan dalam ajaran Islam bahwa nikah adalah sunnah
Rasulullah saw. yang harus diikuti oleh umat ini. Nikah dalam Islam menjadi
sarana penyaluran insting dan libido yang dibenarkan dalam bingkai ilahi. Agar
kita termasuk dalam barisan umat ini dan menjadi manusia yang memenuhi hak
kemanusiaan, maka tidak ada kata lain kecuali harus mengikuti Sunnah Rasul,
yaitu nikah secara syar’i. Meskipun ada sebagian Ulama yang sampai wafatnya
tidak sempat berkeluarga. Dan ini bukan merupakan dalih untuk melegalkan
membujang seumur hidup. Adapun hukumnya sendiri –menurut ulama– bertingkat
sesuai faktor yang menyertainya. Coba perhatikan beberapa nash di bawah ini:
“Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada
Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya Allah
menciptakan isterinya; dan dari pada keduanya Allah memperkembang biakkan
laki-laki dan perempuan yang banyak. dan bertakwalah kepada Allah yang dengan
(mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah)
hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan Mengawasi kamu.” (An-Nisa: 1)
“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya
ialah dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu
cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa
kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat
tanda-tanda bagi kaum yang berpikir.” (Ar-Rum: 21)
حَدَّثَنَا سَعِيدُ بْنُ أَبِى مَرْيَمَ
أَخْبَرَنَا مُحَمَّدُ بْنُ جَعْفَرٍ أَخْبَرَنَا حُمَيْدُ بْنُ أَبِى حُمَيْدٍ
الطَّوِيلُ أَنَّهُ سَمِعَ أَنَسَ بْنَ مَالِكٍ – رضى الله عنه – يَقُولُ جَاءَ
ثَلاَثَةُ رَهْطٍ إِلَى بُيُوتِ أَزْوَاجِ النَّبِىِّ – صلى الله عليه وسلم –
يَسْأَلُونَ عَنْ عِبَادَةِ النَّبِىِّ – صلى الله عليه وسلم – فَلَمَّا
أُخْبِرُوا كَأَنَّهُمْ تَقَالُّوهَا فَقَالُوا وَأَيْنَ نَحْنُ مِنَ النَّبِىِّ –
صلى الله عليه وسلم – قَدْ غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ وَمَا
تَأَخَّرَ . قَالَ أَحَدُهُمْ أَمَّا أَنَا فَإِنِّى أُصَلِّى اللَّيْلَ أَبَدًا .
وَقَالَ آخَرُ أَنَا أَصُومُ الدَّهْرَ وَلاَ أُفْطِرُ . وَقَالَ آخَرُ أَنَا أَعْتَزِلُ
النِّسَاءَ فَلاَ أَتَزَوَّجُ أَبَدًا . فَجَاءَ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه
وسلم – فَقَالَ « أَنْتُمُ الَّذِينَ قُلْتُمْ كَذَا وَكَذَا أَمَا وَاللَّهِ
إِنِّى لأَخْشَاكُمْ لِلَّهِ وَأَتْقَاكُمْ لَهُ ، لَكِنِّى أَصُومُ وَأُفْطِرُ ،
وَأُصَلِّى وَأَرْقُدُ وَأَتَزَوَّجُ النِّسَاءَ ، فَمَنْ رَغِبَ عَنْ سُنَّتِى
فَلَيْسَ مِنِّى » . تحفة 745 – 2/7 ، رواه البخاري
Sa’idbin Abu Maryam menceritakan kepada kami,
Muhammad bin Ja’far mengabarkan kepada kami, Humaid bin Abu Humaid At-Thawil
bahwasanya ia mendengar Anas bin Malik r.a. berkata: “Ada tiga orang yang
mendatangi rumah-rumah istri Nabi saw. menanyakan ibadah Nabi saw. Maka tatkala
diberitahu, mereka merasa seakan-akan tidak berarti (sangat sedikit). Mereka
berkata: “Di mana posisi kami dari Nabi saw., padahal beliau telah diampuni
dosa-dosanya baik yang lalu maupun yang akan datang.” Salah satu mereka
berkata: “Saya akan qiyamul lail selama-lamanya.” Yang lain berkata: “Akan akan
puasa selamanya.” Dan yang lain berkata: “Aku akan menghindari wanita, aku
tidak akan pernah menikah.” Lalu datanglah Rasulullah saw. seraya bersabda:
“Kalian yang bicara ini dan itu, demi Allah, sungguh aku yang paling takut dan
yang paling takwa kepada Allah. Akan tetapi aku berpuasa dan berbuka, aku
sholat, aku tidur, dan aku juga menikah. Barang siapa yang benci terhadap
sunnahku, maka ia tidak termasuk golonganku.” (Al-Bukhari)
Ada beberapa faktor yang mendasari urgensinya
pembentukan keluarga dalam Islam sebagaimana berikut:
1. Perintah Allah swt.
Membentuk dan membangun mahligai keluarga
merupakan perintah yang telah ditetapkan oleh Allah swt. dalam beberapa
firman-Nya. Agar teralisasi kesinambungan hidup dalam kehidupan dan agar
manusia berjalan selaras dengan fitrahnya. Kata “keluarga” banyak kita temukan
dalam Al-Quran seperti yang terdapat dalam beberapa ayat berikut ini;
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah
dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan
batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai
Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan
apa yang diperintahkan.” (At-Tahrim:
6)
“Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu
yang terdekat.” (Asy-Syu’ara':
214)
“Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan shalat dan
Bersabarlah kamu dalam mengerjakannya. kami tidak meminta rezki kepadamu,
kamilah yang memberi rezki kepadamu. dan akibat (yang baik) itu adalah bagi
orang yang bertakwa.” (Thaha: 132)
2. Membangun Mas’uliah Dalam Diri Seorang
Muslim.
Sebelum seorang berkeluarga, seluruh
aktivitasnya hidupnya hanya fokus kepada perbaikan dirinya. Mas’uliah (tanggung
jawab) terbesar terpusat pada ucapan, perbuatan, dan tindakan yang terkait
dengan dirinya sendiri. Dan setelah membangun mahligai keluarga, ia tidak hanya
bertanggungjawab terhadap dirinya saja. Akan tetapi ia juga harus
bertanggungjawab terhadap keluarganya. Bagaimana mendidik dan memperbaiki
istrinya agar menjadi wanita yang shalehah. Wanita yang memahami dan
melaksanakan hak serta kewajiban rumah tangganya. Bagaimana mendidik
anak-anaknya agar menjadi generasi rabbani nan qurani. Coba kita perhatikan
beberapa hadits berikut ini:
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda :
عَنْ قَتادَةَ عَنْ أَنَسٍ بْنِ مَالِكٍ أَنَّ
النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ قَالَ إِنَّ اللهَ تَعَالَى سَائِلٌ
كُلَّ رَاعٍ عَمَّا اسْتَرْعَاهُ حَفِظَ ذَلِكَ أَمْ ضَيَّعَهُ حَتىَّ يُسْأَلَ
الرَّجُلُ عَنْ أَهْلِ بَيْتِهِ غَرِيْبٌ مِنْ حَدِيْثِ قَتادةَ لَمْ يَرْوِهِ
إِلَّا مُعاذُ عَنْ أَبِيْهِ
“Sesungguhnya Allah Ta’ala akan meminta
pertanggungjawaban kepada setiap pemimpin atas apa yang dipimpinnya, apakah ia
menjaga kepemimpinannya atau melalaikannya, sehingga seorang laki-laki ditanya
tentang anggota keluarganya.” (Hadits gharib dalam Hilayatul Auliya, 9/235,
diriwayatkan oleh An-Nasa’i dalam Isyratun Nisaa’, hadits no 292 dan Ibnu
Hibban dari Anas dalam Shahihul Jami’, no.1775; As-Silsilah Ash-Shahihah
no.1636).
عَنْ عَائِشَةَ رَضِىَ اللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ
قَالَ النَّبِىُّ -صلى الله عليه وسلم- :« خَيْرُكُمْ خَيْرُكُمْ لأَهْلِهِ
وَأَنَا خَيْرُكُمْ لأَهْلِى ».
Dari Aisyah r.a., berkata: “Nabi saw. bersabda:
“Sebaik-baik kamu adalah yang paling baik pada kelurganya dan aku paling baik
bagi keluargaku.” (Imam Al-Baihaqi)
وعن أَبي هريرة – رضي الله عنه – ، قَالَ : قَالَ
رَسُول الله – صلى الله عليه وسلم – : (( أكْمَلُ المُؤمِنِينَ إيمَاناً
أحْسَنُهُمْ خُلُقاً ، وخِيَارُكُمْ خياركم لِنِسَائِهِمْ )) رواه الترمذي ،
Dari Abu Hurairah r.a., berkata: Rasulullah saw.
bersabda: “Mukmin yang paling sempurna keimanannya adalah yang paling baik
akhlaknya, dan yang paling baik di antara kalian adalah yang paling baik
terhadap istri-istrinya.”
(Imam At-Tirmidzi, dan ia berkata: “Hadits hasan shahih.”
3. Langkah Penting Membangun Masyarakat Muslim
Keluarga muslim merupakan bata atau institusi terkecil
dari masyarakat muslim. Seorang muslim yang membangun dan membentuk keluarga,
berarti ia telah mengawali langkah penting untuk berpartisipasi membangun
masyarakat muslim. Berkeluarga merupakan usaha untuk menjaga kesinambungan
kehidupan masyarakat dan sekaligus memperbanyak anggota baru masyarakat.
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah
dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan
batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai
Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan
apa yang diperintahkan.” (At-Tahrim: 6)
عَن أنسٍ رضي الله عنه قَالَ : { كَانَ رَسُولُ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَأْمُرُنَا بِالْبَاءَةِ ، وَيَنْهَى
عَنْ التَّبَتُّلِ نَهْيًا شَدِيدًا ، وَيَقُولُ : تَزَوَّجُوا الْوَلُودَ
الْوَدُودَ .فَإِنِّي مُكَاثِرٌ بِكُمْ الْأَنْبِيَاءَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ }
رَوَاهُ أَحْمَدُ ، وَصَحَّحَهُ ابْنُ حِبَّانَ .وَلَهُ شَاهِدٌ عِنْدَ أَبِي
دَاوُد ، وَالنَّسَائِيُّ ، وَابْنِ حِبَّانَ مِنْ حَدِيثِ مَعْقِلِ بْنِ يَسَارٍ
Dari Anas r.a. berkata: “Rasulullah saw.
memerintahkan kami dengan “ba-ah” (mencari persiapan nikah) dan melarang
membunjang dengan larangan yang sesungguhnya seraya bersabda: “Nikaihi wanita
yang banyak anak dan yang banyak kasih sayang. Karena aku akan berlomba dengan
jumlah kamu terhadap para nabi pada hari kiamat.” (Imam Ahmad, dishahihkan Ibnu Hibban.
Memiliki “syahid” pada riwayat Abu Dawud, An-Nasaai dan Ibnu Hibban dari hadits
Ma’qil bin Yasaar)
4. Mewujudkan Keseimbangan Hidup
Orang yang membujang masih belum menyempurnakan
sisi lain keimanannya. Ia hanya memiliki setengah keimanan. Bila ia terus
membujang, maka akan terjadi ketidakseimbangan dalam hidupnya, kegersangan
jiwa, dan keliaran hati. Untuk menciptakan keseimbangan dalam hidupnya, Islam
memberikan terapi dengan melaksanakan salah satu sunnah Rasul, yaitu membangun
keluarga yang sesuai dengan rambu-rambu ilahi. Rasulullah saw. bersabda:
عَنْ أَنَسٍ بْنِ مَالِكٍ قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ
اللهِ صَلَّى الله ُعَلَيْهِ وَسَلَّمَ : إِذَا تَزَوَّجَ الْعَبْدُ فَقَدِ
اسْتَكْمَلَ نِصْفَ الدِّيْنِ فَلْيَتَّقِ اللهَ فِى النِّصْفِ الْبَاقِى. رَوَاهُ
الْبَيْهَقِي
Dari Anas bin Malik r.a. berkata: “Rasulullah
SAW bersabda: “Apabila seseorang menikah maka ia telah menyempurnakan setengah
agama. Hendaklah ia bertakwa kepada Allah dalam setengahnya.” (Imam Al-Baihaqi)
Menikah juga bisa menjaga keseimbangan emosi,
ketenangan pikiran, dan kenyamanan hati. Rasulullah saw. bersabda:
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ قَالَ لَنَا رَسُولُ
اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « يَا مَعْشَرَ الشَّبَابِ مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمُ
الْبَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ فَإِنَّهُ أَغَضُّ لِلْبَصَرِ وَأَحْصَنُ لِلْفَرْجِ
وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ ».رواه
مسلم
Dari Abdullah berkata: Rasulullah saw. bersabda
kepada kami: “Wahai para pemuda, barangsiapa dari kalian yang memiliki
kemampuan, maka hendaklah ia menikah. Karena sesungguhnya menikah itu akan
menundukkan pandangan dan memelihara farji (kemaluan). Barangsiapa yang tidak
mampu, maka hendaklah ia berpuasa. Karena puasa itu merupakan benteng baginya. (Imam Muslim)
Plan Action!
}Jangan Tunggu Sempurna
Baru Menikah, MENIKAHLAH insya Allah Kesempurnaan Itu akan Hadir}Jangan Tunggu Kaya baru
Menikah, MENIKAHLAH insya Allah engkau akan Kaya}Segera Ajukan Proposal
Semoga kita dimudahkan Allah untuk melaksanakan
sunnah ini. Amin
sumber: Dakwatuna.com