Kabar Terbaru

Kewajiban Membentuk Rumah Tangga Islami

Written By Muhammad Nasyiruddin on Jumat, 08 Mei 2015 | 22.00

Islam agama yang diturunkan Allah swt. kepada manusia untuk menata seluruh dimensi kehidupan mereka. Setiap ajaran yang digariskan agama ini tidak ada yang berseberangan dengan fitrah manusia. Unsur hati, akal, dan jasad yang terdapat dalam diri manusia senantiasa mendapatkan “khithab ilahi” (arahan Allah) secara proporsional.
Oleh karenanya, Islam melarang umatnya hidup membujang laiknya para pendeta. Hidup hanya untuk memuaskan dimensi jiwa saja dan meninggalkan proyek berkeluarga dengan anggapan bahwa berkeluarga akan menjadi penghalang dalam mencapai kepuasan batin. Hal ini merupakan bentuk penyimpangan fitrah manusia yang berkaitan dengan unsur biologis.
Berkeluarga dalam Islam merupakan sunnatullah yang berlaku untuk semua makhluk (kecuali malaikat), baik manusia, hewan, dan tumbuh-tumbuhan. Bahkan ditekankan dalam ajaran Islam bahwa nikah adalah sunnah Rasulullah saw. yang harus diikuti oleh umat ini. Nikah dalam Islam menjadi sarana penyaluran insting dan libido yang dibenarkan dalam bingkai ilahi. Agar kita termasuk dalam barisan umat ini dan menjadi manusia yang memenuhi hak kemanusiaan, maka tidak ada kata lain kecuali harus mengikuti Sunnah Rasul, yaitu nikah secara syar’i. Meskipun ada sebagian Ulama yang sampai wafatnya tidak sempat berkeluarga. Dan ini bukan merupakan dalih untuk melegalkan membujang seumur hidup. Adapun hukumnya sendiri –menurut ulama– bertingkat sesuai faktor yang menyertainya. Coba perhatikan beberapa nash di bawah ini:
“Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya Allah menciptakan isterinya; dan dari pada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan Mengawasi kamu.” (An-Nisa: 1)
Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir.” (Ar-Rum: 21)
حَدَّثَنَا سَعِيدُ بْنُ أَبِى مَرْيَمَ أَخْبَرَنَا مُحَمَّدُ بْنُ جَعْفَرٍ أَخْبَرَنَا حُمَيْدُ بْنُ أَبِى حُمَيْدٍ الطَّوِيلُ أَنَّهُ سَمِعَ أَنَسَ بْنَ مَالِكٍ – رضى الله عنه – يَقُولُ جَاءَ ثَلاَثَةُ رَهْطٍ إِلَى بُيُوتِ أَزْوَاجِ النَّبِىِّ – صلى الله عليه وسلم – يَسْأَلُونَ عَنْ عِبَادَةِ النَّبِىِّ – صلى الله عليه وسلم – فَلَمَّا أُخْبِرُوا كَأَنَّهُمْ تَقَالُّوهَا فَقَالُوا وَأَيْنَ نَحْنُ مِنَ النَّبِىِّ – صلى الله عليه وسلم – قَدْ غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ وَمَا تَأَخَّرَ . قَالَ أَحَدُهُمْ أَمَّا أَنَا فَإِنِّى أُصَلِّى اللَّيْلَ أَبَدًا . وَقَالَ آخَرُ أَنَا أَصُومُ الدَّهْرَ وَلاَ أُفْطِرُ . وَقَالَ آخَرُ أَنَا أَعْتَزِلُ النِّسَاءَ فَلاَ أَتَزَوَّجُ أَبَدًا . فَجَاءَ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – فَقَالَ « أَنْتُمُ الَّذِينَ قُلْتُمْ كَذَا وَكَذَا أَمَا وَاللَّهِ إِنِّى لأَخْشَاكُمْ لِلَّهِ وَأَتْقَاكُمْ لَهُ ، لَكِنِّى أَصُومُ وَأُفْطِرُ ، وَأُصَلِّى وَأَرْقُدُ وَأَتَزَوَّجُ النِّسَاءَ ، فَمَنْ رَغِبَ عَنْ سُنَّتِى فَلَيْسَ مِنِّى » . تحفة 745 – 2/7 ، رواه البخاري
Sa’idbin Abu Maryam menceritakan kepada kami, Muhammad bin Ja’far mengabarkan kepada kami, Humaid bin Abu Humaid At-Thawil bahwasanya ia mendengar Anas bin Malik r.a. berkata: “Ada tiga orang yang mendatangi rumah-rumah istri Nabi saw. menanyakan ibadah Nabi saw. Maka tatkala diberitahu, mereka merasa seakan-akan tidak berarti (sangat sedikit). Mereka berkata: “Di mana posisi kami dari Nabi saw., padahal beliau telah diampuni dosa-dosanya baik yang lalu maupun yang akan datang.” Salah satu mereka berkata: “Saya akan qiyamul lail selama-lamanya.” Yang lain berkata: “Akan akan puasa selamanya.” Dan yang lain berkata: “Aku akan menghindari wanita, aku tidak akan pernah menikah.” Lalu datanglah Rasulullah saw. seraya bersabda: “Kalian yang bicara ini dan itu, demi Allah, sungguh aku yang paling takut dan yang paling takwa kepada Allah. Akan tetapi aku berpuasa dan berbuka, aku sholat, aku tidur, dan aku juga menikah. Barang siapa yang benci terhadap sunnahku, maka ia tidak termasuk golonganku.” (Al-Bukhari)
Ada beberapa faktor yang mendasari urgensinya pembentukan keluarga dalam Islam sebagaimana berikut:
1. Perintah Allah swt.
Membentuk dan membangun mahligai keluarga merupakan perintah yang telah ditetapkan oleh Allah swt. dalam beberapa firman-Nya. Agar teralisasi kesinambungan hidup dalam kehidupan dan agar manusia berjalan selaras dengan fitrahnya. Kata “keluarga” banyak kita temukan dalam Al-Quran seperti yang terdapat dalam beberapa ayat berikut ini;
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (At-Tahrim: 6)
“Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat.” (Asy-Syu’ara': 214)
Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan shalat dan Bersabarlah kamu dalam mengerjakannya. kami tidak meminta rezki kepadamu, kamilah yang memberi rezki kepadamu. dan akibat (yang baik) itu adalah bagi orang yang bertakwa.” (Thaha: 132)
2. Membangun Mas’uliah Dalam Diri Seorang Muslim.
Sebelum seorang berkeluarga, seluruh aktivitasnya hidupnya hanya fokus kepada perbaikan dirinya. Mas’uliah (tanggung jawab) terbesar terpusat pada ucapan, perbuatan, dan tindakan yang terkait dengan dirinya sendiri. Dan setelah membangun mahligai keluarga, ia tidak hanya bertanggungjawab terhadap dirinya saja. Akan tetapi ia juga harus bertanggungjawab terhadap keluarganya. Bagaimana mendidik dan memperbaiki istrinya agar menjadi wanita yang shalehah. Wanita yang memahami dan melaksanakan hak serta kewajiban rumah tangganya. Bagaimana mendidik anak-anaknya agar menjadi generasi rabbani nan qurani. Coba kita perhatikan beberapa hadits berikut ini:
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
عَنْ قَتادَةَ عَنْ أَنَسٍ بْنِ مَالِكٍ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ قَالَ إِنَّ اللهَ تَعَالَى سَائِلٌ كُلَّ رَاعٍ عَمَّا اسْتَرْعَاهُ حَفِظَ ذَلِكَ أَمْ ضَيَّعَهُ حَتىَّ يُسْأَلَ الرَّجُلُ عَنْ أَهْلِ بَيْتِهِ غَرِيْبٌ مِنْ حَدِيْثِ قَتادةَ لَمْ يَرْوِهِ إِلَّا مُعاذُ عَنْ أَبِيْهِ
“Sesungguhnya Allah Ta’ala akan meminta pertanggungjawaban kepada setiap pemimpin atas apa yang dipimpinnya, apakah ia menjaga kepemimpinannya atau melalaikannya, sehingga seorang laki-laki ditanya tentang anggota keluarganya.” (Hadits gharib dalam Hilayatul Auliya, 9/235, diriwayatkan oleh An-Nasa’i dalam Isyratun Nisaa’, hadits no 292 dan Ibnu Hibban dari Anas dalam Shahihul Jami’, no.1775; As-Silsilah Ash-Shahihah no.1636).
عَنْ عَائِشَةَ رَضِىَ اللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ قَالَ النَّبِىُّ -صلى الله عليه وسلم- :« خَيْرُكُمْ خَيْرُكُمْ لأَهْلِهِ وَأَنَا خَيْرُكُمْ لأَهْلِى ».
Dari Aisyah r.a., berkata: “Nabi saw. bersabda: “Sebaik-baik kamu adalah yang paling baik pada kelurganya dan aku paling baik bagi keluargaku.” (Imam Al-Baihaqi)
وعن أَبي هريرة – رضي الله عنه – ، قَالَ : قَالَ رَسُول الله – صلى الله عليه وسلم – : (( أكْمَلُ المُؤمِنِينَ إيمَاناً أحْسَنُهُمْ خُلُقاً ، وخِيَارُكُمْ خياركم لِنِسَائِهِمْ )) رواه الترمذي ،
Dari Abu Hurairah r.a., berkata: Rasulullah saw. bersabda: “Mukmin yang paling sempurna keimanannya adalah yang paling baik akhlaknya, dan yang paling baik di antara kalian adalah yang paling baik terhadap istri-istrinya.” (Imam At-Tirmidzi, dan ia berkata: “Hadits hasan shahih.”
3. Langkah Penting Membangun Masyarakat Muslim
Keluarga muslim merupakan bata atau institusi terkecil dari masyarakat muslim. Seorang muslim yang membangun dan membentuk keluarga, berarti ia telah mengawali langkah penting untuk berpartisipasi membangun masyarakat muslim. Berkeluarga merupakan usaha untuk menjaga kesinambungan kehidupan masyarakat dan sekaligus memperbanyak anggota baru masyarakat.
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (At-Tahrim: 6)
عَن أنسٍ رضي الله عنه قَالَ : { كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَأْمُرُنَا بِالْبَاءَةِ ، وَيَنْهَى عَنْ التَّبَتُّلِ نَهْيًا شَدِيدًا ، وَيَقُولُ : تَزَوَّجُوا الْوَلُودَ الْوَدُودَ .فَإِنِّي مُكَاثِرٌ بِكُمْ الْأَنْبِيَاءَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ } رَوَاهُ أَحْمَدُ ، وَصَحَّحَهُ ابْنُ حِبَّانَ .وَلَهُ شَاهِدٌ عِنْدَ أَبِي دَاوُد ، وَالنَّسَائِيُّ ، وَابْنِ حِبَّانَ مِنْ حَدِيثِ مَعْقِلِ بْنِ يَسَارٍ
Dari Anas r.a. berkata: “Rasulullah saw. memerintahkan kami dengan “ba-ah” (mencari persiapan nikah) dan melarang membunjang dengan larangan yang sesungguhnya seraya bersabda: “Nikaihi wanita yang banyak anak dan yang banyak kasih sayang. Karena aku akan berlomba dengan jumlah kamu terhadap para nabi pada hari kiamat.” (Imam Ahmad, dishahihkan Ibnu Hibban. Memiliki “syahid” pada riwayat Abu Dawud, An-Nasaai dan Ibnu Hibban dari hadits Ma’qil bin Yasaar)
4. Mewujudkan Keseimbangan Hidup
Orang yang membujang masih belum menyempurnakan sisi lain keimanannya. Ia hanya memiliki setengah keimanan. Bila ia terus membujang, maka akan terjadi ketidakseimbangan dalam hidupnya, kegersangan jiwa, dan keliaran hati. Untuk menciptakan keseimbangan dalam hidupnya, Islam memberikan terapi dengan melaksanakan salah satu sunnah Rasul, yaitu membangun keluarga yang sesuai dengan rambu-rambu ilahi. Rasulullah saw. bersabda:
عَنْ أَنَسٍ بْنِ مَالِكٍ قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى الله ُعَلَيْهِ وَسَلَّمَ : إِذَا تَزَوَّجَ الْعَبْدُ فَقَدِ اسْتَكْمَلَ نِصْفَ الدِّيْنِ فَلْيَتَّقِ اللهَ فِى النِّصْفِ الْبَاقِى. رَوَاهُ الْبَيْهَقِي
Dari Anas bin Malik r.a. berkata: “Rasulullah SAW bersabda: “Apabila seseorang menikah maka ia telah menyempurnakan setengah agama. Hendaklah ia bertakwa kepada Allah dalam setengahnya.” (Imam Al-Baihaqi)
Menikah juga bisa menjaga keseimbangan emosi, ketenangan pikiran, dan kenyamanan hati. Rasulullah saw. bersabda:
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ قَالَ لَنَا رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « يَا مَعْشَرَ الشَّبَابِ مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمُ الْبَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ فَإِنَّهُ أَغَضُّ لِلْبَصَرِ وَأَحْصَنُ لِلْفَرْجِ وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ ».رواه مسلم
Dari Abdullah berkata: Rasulullah saw. bersabda kepada kami: “Wahai para pemuda, barangsiapa dari kalian yang memiliki kemampuan, maka hendaklah ia menikah. Karena sesungguhnya menikah itu akan menundukkan pandangan dan memelihara farji (kemaluan). Barangsiapa yang tidak mampu, maka hendaklah ia berpuasa. Karena puasa itu merupakan benteng baginya. (Imam Muslim)

Plan Action!
}Jangan Tunggu Sempurna Baru Menikah, MENIKAHLAH insya Allah Kesempurnaan Itu akan Hadir}Jangan Tunggu Kaya baru Menikah, MENIKAHLAH insya Allah engkau akan Kaya}Segera Ajukan Proposal

Semoga kita dimudahkan Allah untuk melaksanakan sunnah ini. Amin

sumber: Dakwatuna.com

Karakteristik Rumah Tangga Islami

Baitul muslim (Keluarga Islami) adalah komunitas mitsaly (teladan) dari sebuah masyarakat Islami dan daulah Islamiyah,  ia dibangun di atas asas aqidah yang bersih (tauhid), ibadah yang shahih, akhlak yang lurus, dan fikrah Islamiyah yang kokoh. Ia adalah sebuah perwujudan dari makna firman Allah SWT:
أَلَمْ تَرَ كَيْفَ ضَرَبَ اللّهُ مَثَلاً كَلِمَةً طَيِّبَةً كَشَجَرةٍ طَيِّبَةٍ أَصْلُهَا ثَابِتٌ وَفَرْعُهَا
فِي السَّمَاء () تُؤْتِي أُكُلَهَا كُلَّ حِينٍ بِإِذْنِ رَبِّهَا وَيَضْرِبُ اللّهُ الأَمْثَالَ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ
يَتَذَكَّرُونَ
“Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya (menjulang) ke langit,  pohon itu memberikan buahnya pada setiap musim  dengan seizin Tuhannya. Allah membuat perumpamaan-perumpamaan itu untuk manusia supaya mereka selalu ingat”. (Ibrahim: 24-25)
1. Memelihara Aspek Tauhid
Sebuah Rumah tangga berstatus Islami manakala asas penegakannya didasari Tauhidullah, sebab seluruh orientasi hidup ini akan sangat ditentukan oleh asasnya.
Dari sinilah maka Rasulullah Saw mensyariatkan penanaman Tauhid kepada umatnya dimulai sejak usia dini yaitu ketika  manusia baru terlahir dari rahim sang ibundanya   untuk diadzankan.
Diriwayatkan oleh Abu Dawud dan Turmudzi dari Abu Rofi’ berkata:
رَأيْتُ رَسُولَ الله صلى الله عليه وسلم أذَّنَ في اُذُنِ الحسن بن عَلِيّ حينَ
ولَدَتْه فاطمة (رواه أبو دود والترمذي)
Aku melihat Rasulullah Saw mengumandangkan adzan pada telinga Al Hasan bin Ali RA ketika Fatimah RA melahirkannya”.
Catatan: Para ulama berbeda pendapat terkait dengan disyariatkannya adzan dan iqamat pada bayi yang baru lahir. Perbedaan tersebut merujuk pada bagaimana menyikapi hadits atau riwayat tentangnya. Sebagian ulama, seperti Syeikh Nasiruddin al-Albani, menyatakan bahwa hadits-hadits tentang adzan dan iqamat pada bayi dhaif atau lemah, bahkan ada yang sangat lemah, sehingga tidak bisa dijadikan sebagai dalil. Sementara kalangan lain, seperti Ibnul Qayyim al-Jauziyyah, mengakui disyariatkannya adzan dan iqamah pada bayi di mana pendapat ini juga diikuti oleh banyak ulama hingga saat ini seperti Allamah Abdul Aziz ibn Abdullah ar-Rajihi. Adapula pendapat lain yang diutarakan oleh Syeikh Utsaymin bahwa riwayat iqamat di telinga kiri bayi memang lemah, namun adzan di telinga kanan boleh dilakukan meski memang ada catatan dalam riwayatnya. (syariahonline.com)
2. Memperhatikan Ibadah dan kepatuhannya kepada Allah
Suasana Islami yang tercermin dari keluarga muslim adalah ketaatan dan ibadahnya kepada Allah SWT, upaya menumbuhkan suasana tersebut adalah dengan  pembiasaan, untuk terwujudnya  hal tersebut maka antara sesama anggota keluarga harus saling menopang.
Dalam upaya menumbuhkan kebiasaan gemar beribadah pada anak-anak maka ajaklah mereka ke masjid, bila datang Ramadhan latihlah mereka untuk berpuasa dan seterusnya.
Sabda Rasulullah SAW:
مُرُوا أولادَكم باِلصلاةِ وهُمْ أبْناءُ سَبْعِ سِنينَ, واضْرِبوهُم علَيْها وهُمْ أبناءُ عَشرٍ وفرِّقوا بينَهم في المَضَاجع (رواه الحاكم)
“ Perintahkan anak-anakmu menjalankan shalat jika mereka sudah berusia tujuh tahun, dan jika sudah berusia sepuluh tahun pukullah mereka jika tidak mau melaksanakannya dan pisahlah tempat tidur mereka”.
3. Menyemai nilai akhlak Islami: Amanah, muraqabah (merasa dalam pengawasan Allah), shidiq, dll.
Penyangga utama rumah tangga Islami setelah tauhid dan ibadah adalah akhlak, ia adalah pangkal kedamaian dan sakinah sebuah keluarga. Bila anggota keluarga telah tertanam dalam perilakunya sifat amanah, jujur, merasa diawasi oleh Allah SWT dalam segala tindak tanduknya, maka kalau di dunia ini ada surga maka itulah ia.
Sabda Rasulullah Saw:
سُئل رسولُ الله صلى الله عليه وسلم عن أكْثَرِ مايُدخِلُ الناسَ الجنةَ  بعْدَ تقوى اللهِ,
قال: حُسْنُ الخُلُقِ
“ Faktor yang paling banyak menyebabkan seorang manusia masuk surga setelah taqwa adalah akhlak yang baik”  (HR Turmudzi).
Perhatikan dua kisah berikut ini:
Pertama: Suatu pagi buta seorang ibu penjual susu berkata pada putrinya: nak campur saja susu itu dengan air agar menjadi banyak, Khalifah Umar kan tidak tahu, maka sang anak yang telah di didiknya dengan kejujuran dan muraqabatullah dengan santun menjawab; mohon maaf ibu, kalau Amirul mukminin tidak tahu maka Allah SWT Maha Mengetahui.
Kedua: Suatu siang di sebuah lembah di luar Madinah Umar RA berjumpa dengan seorang penggembala kambing yang sedang menggembalakan ratusan gembalanya, lalu Umar RA bertanya: hai Abdallah bolehkah aku beli seekor saja kambingmu? jawab penggembala itu: tidak tuan, kambing-kambing ini bukan milik saya. Umar RA berkata: bukankah gembalaanmu sangat banyak? Andaikata berkurang seekor saja maka tuanmu tidak akan mengetahuinya? Jawab penggembala: benar tuan, pemilik kambing ini tidak tahu, tapi di mana Allah?
4. Penuh perhatian
Seorang laki-laki shalih ia begitu perhatian pada istrinya, berkata santun, memenuhi kebutuhannya, dan  mencintainya, selalu mengayomi agar istri selalu dalam ketaatan kepada Allah SWT dan Rasul SAW.  Dan seorang wanita shalihah ia selalu menyenangkan suami, menaati perintahnya, dan menjaga kesucian dirinya, berpesan kepada suaminya di pagi hari, dan menanyakan keadaannya di sore hari.
Keduanya sangat perhatian akan keselamatan anak-anaknya, mentarbiyahnya dengan tarbiyah Islamiyah, memberikan makan dengan rizki yang halal.
Demikianlah Rasulullah Saw contohkan kebaikan perhatiannya terhadap keluarga dalam segala hal, sehingga layak Beliau Saw menyatakan:
خَيركُم لأهلِه وانا خيركم لِأَهْلِيْ
“ Sebaik baik kamu semua adalah orang yang paling baik perhatiannya terhadap keluarganya, dan aku (Rasul Saw) adalah orang yang terbaik  di antara kalian perhatianku terhadap keluargaku”.
5. Penuh perhatian dan bersemangat dalam berpartisipasi memenuhi kewajiban-kewajiban dakwah, dan merasa mulia dengan dakwah
Karakter dan sifat spesifik dari keluarga Islami adalah keterikatannya dengan dakwah, ia adalah keluarga dakwah itu sendiri, cukup bagi kita melihat rumah tangga Rasulullah Saw dan Khulafaur Rasyidin RA setiap a’dha dari rumah-rumah pembesar Islam ini saling berkompetisi ingin berbuat yang  terbaik untuk Islam. Dengarkan apa yang dikatakan oleh Abu Bakar RA yang begitu bangganya dengan dakwah Islam ini di tengah menurunnya moralitas sahabat sepeninggal Rasul Saw:
أيَنْقُصُ الإسلامُ وأنا حَيٌّ
Akankah Islam menjadi lemah sedangkan saya masih hidup?
Dan inilah Umar RA berkata:
مَنْ طَلبَ العِزَةَ بغيرِ ما أعَزَّنا اللهَ بهِ أذَلَّنا
Barang siapa mencari kemuliaan dengan selain apa yang Allah telah muliakan kita, maka kita akan hina.
Simaklah apa yang dikatakan oleh ibu Khansa RA kala menerima berita syahidnya keempat putranya:
الحمدُ لله الذي شَرَّفَنِي بِقتْلِهِمْ عَسَى اللهُ انْ يَجْمعَنا جَمِيعا في الجنةِ
Segala puji bagi Allah yang telah memuliakan orang seperti aku ini dengan syahidnya putra-putraku, semoga Allah berkenan kumpulkan kami semua di surga.
6. Memelihara ajaran Islam dalam setiap urusan rumah tangga (pakaian, makanan, minuman, tidur, bangun, dzikir, dan aktivitas lainnya.
Sungguh tak satupun urusan kehidupan manusia ini yang tidak diatur oleh Islam, sebuah keluarga Islami ia menjalankan perannya dalam mengaplikasikan nilai-nilai agung, didasari sebuah pernyataan:
رضيتُ با لله ربا وبالإسلام دينا و بمحمد نبيا ورسولا
(Rela Allah sebagai Rabb, menjadikan Islam sebagai aturan hidup dan menjadikan tuntunan Rasul Saw sebagai rujukan utamanya)
Ia sadar bahwa keselamatan hanya dengan mengikuti sunnah. Imam Malik rahimahullah berkata:
السُنَّةُ مِثلُ سَفِينَةِ نُوْحٍ, مَنْ رَكِبَها نَجَا وَمَنْ تَخَلَّفَ عَنْها غَرِقَ
Sunnah Rasul Saw itu ibarat perahu nabi Nuh As (saat terjadi taufan), maka barang siapa naik maka selamatlah ia, dan barang siapa tidak mau menaikinya maka tenggelamlah ia.
7. Menjaga kebersihan dan keindahan rumah
Sungguh keindahan Islam itu sebahagiannya diperankan oleh keluarga Islami, karena ia senang hidup bersih, dalam perilaku, pakaian, makanan, usaha dan sebagainya, ia sadar bersih adalah pangkal keindahan. Demikianlah Rasul Saw nyatakan:
إن اللهَ جَمِيلٌ يُحِبُّ الجَمالَ, طَيِّبٌ لا يَقْبَلُ إلا طَيِّبا
Sesungguhnya Allah itu Maha Indah menyukai keindahan, Allah itu Maha Baik Maha Mencintai kebaikan. 
8. Membentengi rumah dari pencemaran akhlak
Di antara tantangan yang berat dihadapi keluarga muslim saat ini adalah serangan Ghazwul fikri, sehingga hampir setiap rumah kita tak terhindar dari panah-panah beracun yang di lepaskan oleh musuh-musuh Islam.
Maka sebuah kesadaran Islam (al wa’yu al Islami) harus terus di hidupkan melalui interaksi yang intens terhadap nilai-nilai Islam, dan dakwah  amar ma’ruf nahi munkar agar nuansa keislaman rumah, anak-anak, lingkungan, dan seluruh aktivitas kita mampu terbentengi dari pencemaran akhlak.
Sabda Rasulullah Saw:
من رأى منكم منكراً فليغيْره بيده، فإن لم يستطع فبلسانه، فإن لم  يستطع فبقلبه وذلك أضعف الإيمان) رواه مسلم(.
Barang siapa di antara kamu melihat kemunkaran maka hendaklah ia mengubah dengan tangannya, apa bila tidak mampu maka dengan lesannya, apa bila tidak mampu maka dengan hatinya dan yang demikian itu adalah selemah-lemah iman.
9. Menjaga dan memelihara status dan hak masing-masing
Di antara karakteristik keluarga Islami adalah terpeliharanya status dan hak masing-masing anggota keluarga. Ada ayah ia sebagai pemimpin dan bertanggung jawab seisi rumah akan keselamatan mereka, ia punya hak untuk dihormati dan ditaati selagi perintahnya tidak bertentangan dengan syariat Islam, Ada ibu ia mengayomi anak-anak, menumbuhkan kesejukan dan membahagiakan dan ia punya hak untuk dimuliakan, dan ada anak-anak mereka butuh kedamaian, bimbingan dan perawatan, mereka pun punya hak atas statusnya untuk disayangi.
Di sinilah letak cerminan dari arahan Allah SWT dalam doa yang diajarkan kepada keluarga muslim-mukmin, Firman Allah SWT:
وَالَّذِينَ يَقُولُونَ رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا
Dan orang-orang yang berkata: “Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami istri-istri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa. (Al Furqan: 74)
10. Sederhana dalam ma’isyah (tidak berlebihan)
Al Basathah (kesederhanaan) menjadi karakter Islam, sehingga penerjemah Islam secara aplikatif yaitu Rasulullah Saw demikian sederhana dalam kehidupannya. Tidak pelit dan tidak juga boros, terbaik dalam memberi nafkah, sifat inilah yang diturunkan oleh Al-Quran ke dalam dada setiap mukmin.
Firman Allah SWT:
وَالَّذِينَ إِذَا أَنفَقُوا لَمْ يُسْرِفُوا وَلَمْ يَقْتُرُوا وَكَانَ بَيْنَ ذَلِكَ قَوَامًا
Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak berlebih-lebihan, dan tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan itu) di tengah-tengah antara yang demikian. (Al Furqan: 67)
Firman Allah SWT:
يَا بَنِي آدَمَ خُذُواْ زِينَتَكُمْ عِندَ كُلِّ مَسْجِدٍ وكُلُواْ وَاشْرَبُواْ وَلاَ تُسْرِفُواْ إِنَّهُ لاَ يُحِبُّ
الْمُسْرِفِينَ
Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) mesjid,(^) makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan.(^) Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan. . (Al a’raf: 31)
(^) Maksudnya: tiap-tiap akan mengerjakan salat atau tawaf sekeliling Kakbah atau ibadah-ibadah yang lain (^) Maksudnya: jangan melampaui batas yang dibutuhkan oleh tubuh dan jangan pula melampaui batas-batas makanan yang dihalalkan.
11. Menjaga hak tetangga, dan saudara dalam dakwah
Keindahan karakter keluarga Islami juga tercermin dari interaksi sosial masyarakatnya. Cukuplah Rasul Saw sebagai teladan kita untuk kita pegangi arahannya; sabda Beliau Saw:
مَنْ كانَ يؤُمِنُ بالله و اليومِ الإخِرِ فاليُكْرِمْ جارَهُ
Barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaknya ia memuliakan tetangganya
Tetangga kita ada di antaranya memiliki tiga hak, ada yang dua hak dan ada yang hanya memiliki satu hak saja.
Adapun yang memiliki tiga hak adalah dia seorang muslim, kerabat dan rumahnya dekat dengan rumah kita.
Yang memiliki dua hak adalah ia seorang muslim dan tinggalnya dekat dengan kita, sedang yang satu hak adalah ia rumahnya dekat dengan rumah kita. Dan masing-masing mereka menuntut untuk ditunaikan hak-haknya.
Tentang hak saudara Rasul Saw. Bersabda:
حق المسلم على المسلم ست: إذا لقيته فسلم عليه, وإذا دعاك فأجبه, وإذا
استنصحك فانصحه, وإذا عطش فحمد الله فشمته, وإذا مرض فعده, وإذا مات
فأتبعه.
“Hak sesama muslim itu enam: bila berjumpa berilah salam, bila diundang hadirilah, bila meminta nasihat berilah nasihat, bila bersin dan ia membaca hamdalah doakanlah, bila sakit jenguklah dan bila meninggal dunia maka antarkan sampai ke makamnya”.

Sumber: Dakwatuna.com


Jely Gamat Gold-G

Written By Muhammad Nasyiruddin on Selasa, 31 Maret 2015 | 02.35

Harga Rp. 180.000 (Dapat Diskon)
AirGamat Emas ini Insya Allah telah terbukti mampu mengobati berbagai penyakit dan telah digunakan sejak zaman nenek moyang kita sebagai Obat Alternatif yang Ampuh dan Mujarab, diantaranya untuk penyakit :
















ü  Penyakit Diabetes Melitus – Kencing Manis
ü  Menurunkan Kolesterol LDL Dan Trigliserida
ü  Menaikkan HDL
ü  Menurunkan Darah Tinggi dan Menstabilkan
ü  Penyakit stroke
ü  Penyakit Hepatitis
ü  Penyakit Jantung Koroner
ü  Penyakit Lupus
ü  Batu Ginjal – Kencing Batu
ü  Nyeri Persendian – Arthritis Tulang
ü  Masalah Pencernaan – Maag Kronis
ü  Masalah Pernafasan – Sesak Nafas – Paru-paru
ü  Tumor, Kista dan Kanker
ü  Memelihara Kecantikan Kulit
ü  Menyembuhkan penyakit kulit – Psoriasis
ü  Mengobati dan Menghilngkan Jerawat
ü  Sebagai Antiseptic dan Penahan Sakit Alamiah
ü  Mempercepat penyembuhan luka sehabis Operasi
ü  Mempercepat penyembuhan luka sehabis melahirkan

Harga : 180.000/ Botol
Pemesanan Hub. 0852 6039 1449

Pesan Sekarang! Dapatkan Diskon hingga 15%



Buahnya Ibadah

Written By Muhammad Nasyiruddin on Jumat, 27 Maret 2015 | 19.16

Allah swt. telah menetapkan tujuan penciptaan manusia dan jin, yaitu untuk beribadah kepada-Nya. Allah swt. berfirman:

“Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.” (Adz-Dzaariyat:56).

Ibadah dalam Islam mencakup seluruh sisi kehidupan, ritual dan sosial, hablumminah (hubungan vertikal) dan hablumminannas (hubungan horizontal), meliputi pikiran, perasan dan pekerjaan.

قُلْ إِنَّ صَلاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ (١٦٢)

“Katakanlah: Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam.” (Al-An’am:162).

Ibadah yang benar manakala terpenuhi dua syarat, yaitu ikhlas karena Allah swt. dan sesuai aturan syari’at. Allah berfirman :

“Dzat Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun.” (Al-Mulk:2).

Para ahli tafsir sepakat bahwa yang dimaksud dengan ahsanu ‘amala (yang terbaik amalnya) adalah akhlashuhum lillah (yang paling ikhlash karena Allah) dan atba’uhum lisysyari’ah (yang paling komitmen mengikuti aturan syari’ah)

Semua ibadah yang diperintahkah dalam Islam bertujuan untuk membentuk manusia taqwa .

Hakikat ibadah

Ibnu At-Taimiyah berkata: “Ma’na ashal dari kata ibadah adalah tunduk. Sedangkan ibadah yang diperintahkan oleh syari’at adalah perpaduan antara ketaatan sempurna dan kecintaan yang penuh.”

Ibnu Al-Qoyyim Al-Jauziyah bekata: “Ibadah adalah gabungan antara ketaatan yang penuh dan cinta yang sempurna.”

Maka yang taat kepada Allah swt. tapi tidak cinta kepada-Nya maka ia belum dikatakan beribadah.

“Katakanlah: “Jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari Allah dan Rasul-Nya dan dari berjihad di jalan-Nya, Maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik.” (At-Taubah :24).

Dan yang mencintai Allah tapi tidak taat kepada-Nya, maka ia belum dikatakan beribadah kepada Allahswt.
“Katakanlah: “Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah Aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Ali ‘Imran:31).

Nataij Ibadah (Buah Ibadah)

Ibadah yang sahih akan melahirkan sikap dan prilaku yang positif dalam kehidupan sehari-hari yang menjadi bekal dan pegangan dalam mengemban amanah sebagai hamba Allah swt. khususnya amanah da’wah. Di antara dampak positif dari ibadah adalah sebagai berikut:

1. Meningkatnya keimanan. 
Ulama ahlu as-sunnah wal jama’ah sepakat bahwa iman mengalami turun dan naik, kuat dan lemah, pasang dan surut, menguat dengan amal salih atau ketaatan dan menurun karena maksiat. Allah berfirman:

“Sesungguhnya orang-orang yang beriman ialah mereka yang bila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan ayat- mereka bertawakkal. ayatNya bertambahlah iman mereka (karenanya), dan hanya kepada Tuhanlah.” (al-Anfal:2).

Oleh karenanya, ibadah yang kita lakukan harus berbasis keimanan dan keikhlasan, sebagaimana sabda Rasulullah SAW.

مَنْ قَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ

“Barangsiapa yang berpuasa di bulan Ramadhan karena iman dan ikhlas, maka akan diampuni dosa yang telah lalu”. (HR.Bukhari)

2. Semakin kuat penyerahan diri kepada Allah (Optimis). 
Ketika kaum muslimin menghadapi kekuatan sekutu pada perang ahzab keyakinan mereka akan kemenangan yang dijanjikan Allah semakin mantap dan keimanam mereka semakin kuat.
“Dan tatkala orang-orang mukmin melihat golongan-golongan yang bersekutu itu, mereka berkata : “Inilah yang dijanjikan Allah dan Rasul-Nya kepada kita”. dan benarlah Allah dan Rasul-Nya. dan yang demikian itu tidaklah menambah kepada mereka kecuali iman dan ketundukan.” (Al-Ahzab:22).

Dan ibadah yang dilandasi penyerahan diri dan ketaatan kepada Allah akan menghasilkan banyak hal positif, sebagaimana firman Allah:

“(tidak demikian) bahkan barangsiapa yang menyerahkan diri kepada Allah, sedang ia berbuat kebajikan, maka baginya pahala pada sisi Tuhannya dan tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.” (Al-Baqoroh:112).

3. Ihsan dalam beribadah,
yaitu as-syu’ur bii uroqobatillah (merasa selalu diawasi Allah) sebagaimana Rasulullah menjelaskan dalam hadits:

“الْإِحْسَانُ أَنْ تَعْبُدَ اللَّهَ كَأَنَّكَ تَرَاهُ فَإِنْ لَمْ تَكُنْ تَرَاهُ فَإِنَّهُ يَرَاك َ
“Ihsan adalah kamu beribadah kepada Allah seakan-akan kamu melihat-Nya, jika kamu tidak melihat-Nya sesungguhnya Allah Melihat kamu.” (HR.Bukhari).
Ketika seorang muslim merasa diawasi Allah dalam beribadah, maka dia berusaha maksimal melalukannya sesuai dengan petunjuk syari’at dan ikhlas karena-Nya, inilah yang dimaksud dengan ihsan di dalam surat Al-Mulk ayat 2:

Para ahli tafsir sepakat yang dimaksud dengan amal yang lebih baik adalah amal yang mengikuti syariat dan ikhlas karena Allah.Rasulullah membahasakan dengan kata itqon seperti dalam hadits berikut ini,

عن عائشة ، أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال
: « إن الله عز وجل يحب إذا عمل أحدكم عملا أن يتقنه »
Dari A’isyah ra. bahwa Rasulullah bersabda: “Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla mencintai bila seorang di antara kamu mengerjakan sesuatu pekerjaan dengan itqon(professional).” (HR.Thabrani).

Kemudian Rasulullah saw. menjelaskannya dengan hadits yang lain,
عَنْ شَدَّادِ بْنِ أَوْسٍ قَالَ :َقَالَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ قَالَ إِنَّ اللَّهَ كَتَبَ الْإِحْسَانَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ فَإِذَا قَتَلْتُمْ فَأَحْسِنُوا الْقِتْلَةَ وَإِذَا ذَبَحْتُمْ فَأَحْسِنُوا الذَّبْحَ وَلْيُحِدَّ أَحَدُكُمْ شَفْرَتَهُ فَلْيُرِحْ ذَبِيحَتَهُ
Dari Syaddad bin Aus ra. berkata, bersabda Rasulullah saw.: Sesunggguhnya Allah mewajibkan ihsan (profesional) dalam semua urusan, jika kamu membunuh, maka bunuhlah dengan cara yang baik dan jika kamu menyembelih, maka sembelihlah dengan cara yang baik, asah pisaunya dan sembelihlan dengan cara yang menyenangkan binatang yang disembelih.” (HR.Muslim)

4. Ikhbat (tunduk),
ibadah yang sebenarnya manakala dilakukan karena kesadaaran dan dorongan hati, bukan formalitas dan rutinitas belaka.

“Dan bagi tiap-tiap umat telah Kami syariatkan penyembelihan (kurban), supaya mereka menyebut nama Allah terhadap binatang ternak yang telah dirizqikan Allah kepada mereka, Maka Tuhanmu ialah Tuhan yang Maha Esa, karena itu berserah dirilah kamu kepada-Nya. dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang tunduk patuh (kepada Allah).”
Tunduk dan patuh baru akan tumbuh apabila didasari pemahaman yang dalam dan keimaanan yang kuat sebagaimana firman Allah:

“Dan agar orang-orang yang telah diberi ilmu, meyakini bahwasanya Al Quran Itulah yang hak dari Tuhan-mu, lalu mereka beriman dan tunduk hati mereka kepadanya dan sesungguhnya Allah adalah pemberi petunjuk bagi orang-orang yang beriman kepada jalan yang lurus.” (al-Hajj 54).

5. Tawakkal.
 Ibadah yang benar berdampak terhadap kehidupan seseorang ketika ia sedang menghadapi tantangan hidup, terutama tantangan da’wah. Para Nabi ketika menghadapi ponolakan da’wah kaum mereka, mereka menyerahkan semua urusannya kepada Allah, sebagai contoh nabi Hud ‘alaihissalam.
“Sesungguhnya aku bertawakkal kepada Allah Tuhanku dan Tuhanmu. tidak ada suatu binatang melatapun melainkan Dia-lah yang memegang ubun-ubunnya. Sesungguhnya Tuhanku di atas jalan yang lurus.” (Hud :56).


Nabi Syu’ib ‘alaihissalam,
“Syu’aib berkata: “Hai kaumku, bagaimana pikiranmu jika aku mempunyai bukti yang nyata dari Tuhanku dan dianugerahi-Nya aku dari pada-Nya rezki yang baik (patutkah aku menyalahi perintah-Nya)? dan aku tidak berkehendak menyalahi kamu (dengan mengerjakan) apa yang aku larang. aku tidak bermaksud kecuali (mendatangkan) perbaikan selama aku masih berkesanggupan. Dan tidak ada taufik bagiku melainkan dengan (pertolongan) Allah. Hanya kepada Allah aku bertawakkal dan hanya kepada-Nya-lah aku kembali.” (Hud: 88).

Dan nabi Muhammad saw.
“Jika mereka berpaling (dari keimanan), maka katakanlah: “Cukuplah Allah bagiku; tidak ada Tuhan selain Dia. hanya kepada-Nya aku bertawakkal dan Dia adalah Tuhan yang memiliki ‘Arsy yang agung.” (at-Taubah:129).

6. Mahabbah (rasa cinta).
 Seorang mu’min dengan beribadah dapat merasakan cinta kepada Allah dan Allah mencintainya.
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ اللَّهَ قَالَ مَنْ عَادَى لِي وَلِيًّا فَقَدْ آذَنْتُهُ بِالْحَرْبِ وَمَا تَقَرَّبَ إِلَيَّ عَبْدِي بِشَيْءٍ أَحَبَّ إِلَيَّ مِمَّا افْتَرَضْتُ عَلَيْهِ وَمَا يَزَالُ عَبْدِي يَتَقَرَّبُ إِلَيَّ بِالنَّوَافِلِ حَتَّى أُحِبَّهُ فَإِذَا أَحْبَبْتُهُ كُنْتُ سَمْعَهُ الَّذِي يَسْمَعُ بِهِ وَبَصَرَهُ الَّذِي يُبْصِرُ بِهِ وَيَدَهُ الَّتِي يَبْطِشُ بِهَا وَرِجْلَهُ الَّتِي يَمْشِي بِهَا وَإِنْ سَأَلَنِي لَأُعْطِيَنَّهُ وَلَئِنْ اسْتَعَاذَنِي لَأُعِيذَنَّهُ وَمَا تَرَدَّدْتُ عَنْ شَيْءٍ أَنَا فَاعِلُهُ تَرَدُّدِي عَنْ نَفْسِ الْمُؤْمِنِ يَكْرَهُ الْمَوْتَ وَأَنَا أَكْرَهُ مَسَاءَتَهُ

Dari Abu Hurairah ra. berata, bersabda Rasulullah saw. “Sesungguhnya Allah berfirman: “Barang siapa yang memusuhi wali (kekasih)-Ku ,maka Aku telah mengumumkan perang padanya, dan tidaklah hamba-Ku melakukan pendekatan diri kepada-Ku dengan sesuatu yang paling Aku cintai selain melakukan apa yang telah Aku wajibkan padanya, dan hamba-Ku terus-menerus melakukan pendekatan diri kepada-Ku dengan ibadah-ibadah sunnah, sehingga Aku mencintainya, dan apabila Aku telah mencintainya maka Aku menjadi pendengarannya yang dengannya ia mendengar, menjadi penglihatannya yang dengannya ia melihat, dan menjadi tangan dan kakinya yang dengannya ia bertindak. Jika ia meminta sesuatu kepada-Ku, pasti Aku kabulkan permintaanya dan jika ia memohon perlindungan, pasti Aku lindungi dia. Tidak ada sesuatu yang Aku gamang melalukannya selain mencabut nyawa seorang muslim sedangakan ia tidak menyukainya.” (HR.Bukhari).

7. Roja (mengharap rahmat Allah).
 Seorang mukmin dalam beramal hanya mengharapkan rahmat Allah,
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang yang berhijrah dan berjihad di jalan Allah, mereka itu mengharapkan rahmat Allah, dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”

8. Taubat.
 kata-kata yang paling sering diungkapkan oleh orang yang beriman terutama yang aktif berda’wah di jalan Allah adalah memohon ampunan dari dosa dan kesalahan.
“Tidak ada doa mereka selain ucapan: “Ya Tuhan Kami, ampunilah dosa-dosa Kami dan tindakan-tindakan Kami yang berlebih-lebihan dalam urusan kami dan tetapkanlah pendirian kami, dan tolonglah kami terhadap kaum yang kafir.” (al-Ali ‘Imran:147).

9. Berdoa. 
Orang yang beriman ketika beribadah, selalu meminta kepada Allah, tidak meminta kepada selain-Nya,
“Sesungguhnya orang yang benar-benar percaya kepada ayat ayat Kami adalah mereka yang apabila diperingatkan dengan ayat ayat itu mereka segera bersujud seraya bertasbih dan memuji Rabbnya, dan lagi pula mereka tidaklah sombong.

Lambung mereka jauh dari tempat tidurnya dan mereka selalu berdoa kepada Rabbnya dengan penuh rasa takut dan harap, serta mereka menafkahkan apa-apa rezki yang Kami berikan.” (as-Sajdah:15-16).

10.Khusyu’.
Orang yang beriman ketika disebut nama Allah hatinya tunduk dan khusyu’ kepada Allah.
Katakanlah: “Berimanlah kamu kepadanya atau tidak usah beriman (sama saja bagi Allah). Sesungguhnya orang-orang yang diberi pengetahuan sebelumnya apabila Al Quran dibacakan kepada mereka, mereka menyungkur atas muka mereka sambil bersujud, dan mereka berkata: “Maha suci Tuhan kami, sesungguhnya janji Tuhan kami pasti dipenuhi. Dan mereka menyungkur atas muka mereka sambil menangis dan mereka bertambah khusyu’.” (al-isra:107-109).

Imam Hasan Al-Banna di dalam prinsip-prinsip sepuluh menuliskan:
وللإيمان الصادق والعبادة الصحيحة والمجاهدة نور وحلاوة يقذفهما الله في قلب
من يشاء من عباده
“Iman yang sejati, ibadah yang sahih dan mujahadah dalam beribadah dapat memancarkan cahaya dan menghasilkan manisnya beribadah yang dicurahkan oleh Allah ke dalam hati hamba-Nya yang dikehendaki-Nya.” (prinsip ke 3)

Semua uraian di atas adalah kriteria taqwa, sebagaimana dijelaskan di dalam banyak ayat bahwa tujuan dari ibadah adalah untuk membentuk manusia bertaqwa.

“Hai manusia, sembahlah Tuhanmu yang telah menciptakanmu dan orang-orang yang sebelummu, agar kamu bertakwa.” (al-Baqarah: 21)

Taqwa kepada Allah akan membuka kemudahan-kemudahan dalam segala urusan, memberi keberhasilan dan keberuntungan di dunia dan di akhirat.
“Dan barangsiapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Allah menjadikan baginya kemudahan dalam urusannya.” (at-Thalaq 4)


Sumber:
 http://www.dakwatuna.com/2008/08/28/909/buah-ibadah/#ixzz3VdnhUAdv 
 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template | Pemersatu Ummat
Copyright © 2011. Lintas Ujung Sumatera - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by nasyir
Proudly powered by Blogger